Senin, 20 Oktober 2014

Japan Trip - D6 - Kyoto : (Akhirnya ... ) Makan Enak


Hari ini hari pertama saya explore Kyoto.
Kota yang dulu cuma saya baca dari buku, dan tidak pernah saya bayangkan akan saya datangi.
- beli tiket impulsif itu emang ga ada matinya teman :) -
Bayangan saya, Kyoto itu seperti jogja nya Indonesia.

Hanari Guest House Kyoto sangat bersih dan nyaman.
Pagi ini saya bertemu dengan tamu - tamu lain yang juga sedang bersiap - siap.
Semua yang saya temui tampak seperti orang lokal yang sedang traveling.
atau at least semua asia, bisa saja toh mereka kebangsaan cina, hongkong, atau lainnya.
salah satu teman dormitory dalam kamar berempat yang saya tempati itu adalah perempuan muda kebangsaan cina yang berlogat inggris.
Dalam basa - basi sederhana saya lalu mupeng sama logat nya.
Harry Potter banget deh mbak....

Pagi pertama, saya harus adaptasi dengan tinggal ala dormitory.
Terasa sekali perbedaanya antara tinggal di dormitory dengan kondisi saya sebelumnya di Osaka yang booking 1 kamar untuk sendiri.
Musti bawa barang seabrek untuk mandi - kamar mandi ada di lantai 1 -
Musti antri kamar mandi, wastafel, kompor, dlsb :)
Preparationnya jd lebih lama di banding kalau sewa 1 kamar.
Plus ga bisa nyuci karena pasti ribet setengah mati.
- ada uang ada barang ya kakaaaaaak -

Dengan prediksi yang sama seperti hari sebelumnya - yaitu akan crowded karena hari itu adalah hari minggu -  saya putuskan untuk berangkat pagi.
Jadwal pagi itu adalah Fushimi Inari Shrine, sebuah kuil yang terkenal dengan gate orange berbaris rapi.
Karena lokasinya lebih mudah di capai dari stasiun, maka pagi itu saya putuskan untuk pergi ke stasiun dan ke sana naik kereta.
Kembali berbekal peta dari guest house, saya menuju ke stasiun JR Nijo.
Jalan perumahan di sekitar guest house masih sepi pagi itu.
Matahari cerah dan suhu yang bersahabat - baca : tidak terlalu dingin - membuat hati saya senang dan perjalanan menuju ke stasiun tidak terasa.
Tidak terasa sampai saya mulai ribet baca peta dan bolak - balik nyebrang ga jelas.
Stasiun JR Nijo ini klo dilihat di peta tampak dekat dan mudah, karena malam sebelumnya pun saya datang dari stasiun Nijojo-mae yang "hanya" selurusan dengan JR Nijo.
Tapi jalannya ternyata lumayan, dan beberapa kali nyebrang jalan mulai bikin saya ribet liat peta :D
Untungnya masih bisa bertanya, ketemu mbak - mbak japanese yang juga ternyata mau ke stasiun, plus di tambah bisa ngobrol.
Saya lupa apakah hari itu dari stasiun JR Nijo saya ganti kereta di stasiun Kyoto lalu naik ke Inari, atau direct.
Yang saya ingat, saya sempet kebablasan 2 stasiun sehingga harus balik lagi ..#duh

Peta Kyoto Station dari http://www.japan-guide.com/


190 x 118 (rate waktu itu)



End point station untuk menuju Fushimi Inari 

Karena masih pagi, Fushimi Inari Shrine belum terlalu crowded.
Saya masih bisa mengambil foto dengan santai, berlama - lama di depan kuil lalu naik menuju gate orange.
Strategi yang salah karena ketika saya naik, kuil sudah mulai ramai dan mencari foto sepi yang isinya gate doang jadi agak susah - baca : musti sabar -
Mencoba realistis dengan kemampuan kaki saya yang masih harus digeber penggunaannya sampai minggu depan, saya putuskan untuk tidak naik ke atas dan balik arah sesudah gate pertama.


The Famous Orange Gate
Disekitar kuil,terdapat toko - toko yang menjual suvenir dan cemilan.
Toko suvenirnya serius sehingga membuat saya betah berlama - lama untuk lihat - lihat dan pilih - pilih.
Saya yakin most of it adalah handmade atau minimal made in japan dan bukan cina.
Harganya masih mahal menurut ukuran kantong saya dan dengan perbandingan kota - kota sebelumnya.
Tapi tentu saja perbandingannya jadi tidak apple to apple karena yang saya bandingkan kebanyakan barang yang berbeda.
Kebanyakan suvernir yang saya lihat sebelumnya adalah post card dan gantungan, sementara yg ada di sekitar kuli ini tampak lebih handmade dan serius, beragam dari sapu tangan, suvenir berbentuk rubah khas fushimi inari, dompet kecil motif jepang, dlsb.

Dari area Fushimi Inari saya memutuskan kembali ke area kota dengan naik kereta ke Kyoto Station, mengambil foto di depan gedung bertower di depan stasiun Kyoto, lalu naik bus ke arah tengah kota.
Naik bus di kyoto saya lakukan dengan menggunakan daily bus pass yang dapat dibeli di stasiun ataupun diatas bis via pak supir.
Sementara berdasar info penjaga guest house, peta kyoto yang paling informatif dan handal - yang juga sudah saya uji kebenarannya adalah yang ini  .
Peta ini dapat di temukan dibanyak tempat dan gratis.
Saya sempat ambil beberapa dari guest house.
Penggunaannya memang agak ribet karena selain bahannya tipis, petanya lebaaaar, sehingga sebentar saja pasti sudah sobek. Tulisannya juga kecil dan banyak.
Saran saya, luangkan waktu untuk membaca peta ini lengkap dengan penjelasannya kiri dan kanan, pasti lebih mudah.

Secara impulsif saya putuskan untuk mengunjungi resto masakan indo Hati - Hati  yang terkenal di Kyoto itu.
Impulsif karena saya lapar dan sudah 4 hari belum makan layak pake piring, sendok, garpu serta utamanya nasi dan lauk.
Impulsif karena sejak saya mendarat di negri sushi ini saya hanya makan roti, onigiri, sushi paketan dari supermarket dan mi instan plus nasi.
Memang sih saya sudah research mengenai resto turki Rose Cafe , tapi kan beda yah makanan turki vs makanan indo.

Berbekal peta dan petunjuk dari internet, saya naik bis dan nyasar ...xixixi...
Nyasarnya sesederhana akibat salah turun sehingga harus naik bis nomor lain yang balik arah, lalu kepedean baca peta yang akhirnya muter - muter.
Tapi hari itu cerah and i dont mind at all to be lost.
Jalan keluyuran sambil keluar masuk toko, nemu dompet - dompet cantik buat oleh - oleh.
Menyusuri gang di pinggir sungai dengan pohon berdaun merah berguguran
I DONT MIND AT ALL
Omg, it such a nice day.
Sampai akhirnya saya temukan resto itu tutup saudara - saudara #aaaargh


Yang udah pegel di cari - cari = TUTUP
Ketika saya celingukan, sepasang bapak dan ibu japanese di dekat situ melihat saya.
Sehingga kemudian terjadi komunikasi dengan tingkat saling kepemahaman yg rendah - simple karena kami bicara dalam bahasa yg berbeda.
Inti yang saya dapat adalah : restonya tutup, punya anak saya - buka nya sore - wallahualam bener apa ngga yg info saya terima itu.

Baiklah, lalu saya kembali ke arah saya datang, menemukan starbuck yang dipenuhi pengunjung di perempatan pinggir sungai, dan bergabung untuk minum kopi panas sambil melihat lokal people piknik di pinggir sungai.
Ini bukan pertama kali saya lihat lokal people duduk - duduk santai di pinggir sungai macam di komik dan kartun - kartun jepang itu. Waktu di Osaka, hal yang sama juga saya lihat di dekat Osaka Castle.
Bayangin jeh klo di jakarta mau begitu.
Sementara kopi panasnya adalah hasil nego beli tumbler.
Jadi, beli tumbler kan biasanya memang gratis isi, hanya saja krn tumbernya buat oleh - oleh, ya saya minta isinya di ambil pake gelas untuk diminum ditempat.
Biasanya ga boleh - tergantung manisnya senyum saat nego.
Untungnya hari itu boleh, sehingga saya bisa duduk sebentar melepas hasil nyasar tadi.

Gagal makan enak, saya putuskan kembali ke plan awal mengunjungi Rose Cafe.
Dengan begitu, dari lokasi tersebut saya harus menuju Kawaramachi untuk naik bis menuju halte Kojin-Guchi.
Infonya Rose cafe hanya berapa langkah dari halte itu.

Sekian lama muter - muter dan bolak balik di jalan kawaramachi, saya tidak menemukan halte bis dengan nomor yang saya mau tumpangi.
Walaupun dengan jelas di peta tertulis bahwa nomor bis yang saya cari melintasi di jalan kawaramachi, tapi saya tidak menemukan halte yang menunjukan bis itu berhenti di halte tersebut.
Sesudah cape bolak balik, akhirnya saya sadar bahwa memang sejumlah nomor - nomor bis di peta itu tidak berhenti di halte yang sama dan ada penjelasannya di legend peta sebelah kiri - ada section dan kotak khusus menjelaskan soal bis di kawaramachi dori - .
Thats why pemirsa, sebagai mana saya sudah sebut diatas, demi kemaslahatan betis, luangkan lah waktu untuk menilik lebih jauh setiap peta yang anda punya. #sigh.

Seperti petunjuk, dari halte Kojin-Guchi, Rose Cafe tidak sulit di cari.
Bangunannya mungil, cantik dan bersih.
Rasanya pun tak jauh dari makanan turki yang pernah saya makan ketika saya berunjung ke sana. Yang penting halal :)

Siang itu akhirnya saya berhasil makan dengan piring, sendok dan garpu.
*demi kesopanan, tidak semua makanan yang saya makan saya foto dan upload sini*




Rose Cafe


enyak

Dengan perut kenyang - dan hati senang - saya kemudian berangkat menuju pemberhentian saya selanjutnya :  Ginkaku-Ji Temple.
Lokasinya tidak jauh dari Rose Cafe - kalo di peta cuma lurus, trus belok kanan #halah - dan bisa di tempuh dengan 1x naik bis.
1x naik bis yang diikuti dengan jalan menanjak yang lumayan.
Yap, Ginkaku-Ji Temple, atau sering di sebut juga dengan silver pavilion, memang berada didataran yg lebih tinggi dan dikelilingi oleh perbukitan. Tamannya cantik, luas dan waktu itu penuh dengan warna - warni musim gugur.


Direction to Ginkaku-Ji Temple

Mengikuti path yang ada saya menyusuri taman, berfoto norak di depan pavilion dan mengikuti kerumunan orang berjalan hingga sampai pada kaki bukit dimana semua orang naik.
Setengah perjalanan naik saya mulai kesusahan dan mulai mempertanyakan tujuan saya mengikuti orang - orang ini.
Ketika saya mengambil jeda untuk istirahat, saya persilahkan orang - orang melewati saya sambil memberi isyarat "tinggalkan lah mbak - mbak yang kepayahan karena ga pernah olah raga ini" .
Seorang bule ganteng berkimono melewati saya sambil berbasa - basi, senyum dan memberi semangat. #ambil lap keringet
Lalu saya gunakan kesempatan ngobrol sama bule ganteng itu sambil bertanya : ada apa sih diatas ? kenapa semua pada naik ?.
Bule berkomino itu lalu bilang bahwa pemandangan dari atas bagus dan sebanding dengan jerih payah ini. Ia lalu pergi mendahului saya.

Ternyata bukitnya tidak terlalu tinggi, dan pemandangannya cukup lumayan.
Saya bisa melihat taman dan perbukitan berwarna - warni.
Dalam proses saya mengambil foto, bule ganteng itu nongol lagi.
Lalu kami ngobrol sebentar, dan saya mengambil kesempatan itu untuk bertanya dari masa asalnya.
- sebenernya sih mau tanya, kenapa mas pake kimono ? lokal people yah ? ga dingin apa ? -
Ternyata doi berasal dari luar kota - lupa namanya - dan mengajar bahasa inggris di sana.
Tak lama doi kemudian pamit dan pergi bersama temannya, 2 perempuan jepang berkimono.

Tidak lama di sana, saya kemudian turun dan mengambil jalan keluar.
Waktu itu hari sudah mulai sore dan suhu dingin mulai menggigit.
Sesuai rencana, saya menyusuri the famous philosopher path yang ternyata biasa saja.
Hanya jalan kecil di pinggir sungai kecil dengan perumahan di kiri kanannya.
Mungkin biasa saja karena saat itu mulai gelap dan daun - dan pohon disekitarnya sudah gugur.
Mungkin saat musim semi akan lebih bagus.
Saya sempatkan mampir ke beberapa toko di dekat path itu.
Mayoritasnya adalah kerajinan tangan handmade.


Philosopher Path
Karena sudah gelap dan dingin menggigit, saya putuskan untuk tidak mampir ke Eikando Temple dan langsung ke Gion.
Dengan 1x perjalanan dengan bis menuju Gion, saya kembali ke daerah kota yang penuh dengan lampu, toko dan toko.
Tidak jauh dari halte tempat saya turun, saya bertemu dengan rombongan anak muda yang saya tebak juga mau ke area Gion.
Ternyata mereka adalah anak muda lokal yang sedang menemani teman tamu mereka beberapa orang bule.
Mereka dengan ramah menerima saya, menjawab pertanyaan saya mengenai lokasi paling pas untuk melihat geisha dan - karena searah - mengantarkan saya ke tempat yang dimaksud.
Kami akhirya berpisah di tikungan yang dimaksud.

Menyusuri jalan dengan petunjuk yang diberikan, saya berada disebuah jalan dengan restoran mahal dikiri kanan nya.
Saking santainya, saya malah tidak sigap kamera dan cuma bengong saat melihat seorang geisha melintasi saya dengan terburu - buru, keluar dari satu rumah dan langsung masuk ke rumah lain.
Yah, paling ga udah pernah liat lah...
Malam itu saya habiskan dengan keluyuran di area Gion.